KUALATUNGKAL,RADARDESA.CO – Panggung debat tadi dikuasai Pasangan Muklis-Supardi. Mantan Direktur Sarpras Kemendes PDTT itu terlihat paling dominan, menguasai masalah dan materi debat.
Kendati demikian, Ketiga paslon dapat dikatakan tampil cukup baik dan prima pada debat tadi.
Demikian pengamatan Harun Yahya,MSi pengamat Ilmu Komunikasi Politik dari UIN Raden Fatah Palembang yang merupakan putra Tanjung Jabung Barat.
***
Sejak awal, kata Harun, Muklis kelihatan paling siap. Ia memaparkan visi dan misinya tanpa menggunakan teks. Sementara lawan-lawannya nampak terbata- bata dalam penyampaian visi misi di awal segmen.
“Sehingga, ini sedikit memengaruhi performa. Muklis terlihat sangat percaya diri. Sementara lawannya tidak pede alias grogi,”kata Harun.
Menurut Harun, Muklis juga kelihatan paling siap. Ia menguasai substansi debat dan masalah yang mestinya diperdebatkan. Pada sesi saling bertanya antar kandidat misalnya, Muklis betul-betul memanfaatkan sesi itu untuk menggali pemahaman rivalnya.
Dikatakannya, Muklis argumentasinya cukup berbobot dan berkualitas. Namun lanjut Dosen Ganteng ini, hanya memang antar paslon sepertinya belum berimbang dan saling melengkapi, ada yang terlalu mendominasi calon bupatinya dan ada juga paslon yang calon wabupnya yang mendominasi.
“Namun secara keseluruhan ketiga paslon layak di apresiasi, karena pernyataaan berbasis data dan cukup ilmiah. Ini kemajuan utk kualitas demokrasi kita di tanjab barat. Saya pikir publik tadi malam dapat menilai dengan objektif siapa yang unggul pada debat td. Dari 3 paslon terlihat paslon mana yg sngt menguasai persoalan dan memahim kondisi riil di Tanjabbar,” ungkapnya.
Sehingga, lanjut Harun, debat kandidat semalam menjadi kurang hidup, tidak berwarna dan monoton. Tidak terlihat adanya penggalian kapasitas.
Gaya Komunikasi Paslon
Masih menurut Harun melihat jalannya debat publik tersebut bahwa para kandidat masih malu-malu untuk menyatakan argumentasi dengan terbuka.
Lanjutnya, sehingga bisa dikatakan debat tersebut lebih mirip dengan tanya jawab dalam panggung “cerdas cermat”.
“Ini semua tidak terlepas dari pengaruh budaya komunikasi di Indonesia yang lebih cenderung menggunakan gaya komunikasi konteks tinggi (high context culture),”jelas Alumni UIN Bandung ini.
Secara keseluruhan, Harun menilai Muklis lebih unggul, hal ini dari berbagai jawaban yang sistematis dan terukur, khususnya dalam tanya jawab antar paslon yang begitu menguasai berbagai persoalan.
“Karena inilah ajang bagi publik untuk melihat kapasitas pemimpinnya. Untuk inilah diadakan debat. Kalau menghindari debat, sebaiknya KPU membuat konsep paparan visi misi, bukan debat kandidat. Karena yang namanya debat, harus ada adu argumen, saling bantah dan kritik,”katanya.(*)